Konsep Pembiayaan Pendidikan Islam



Konsep Pembiayaan Pendidikan Islam
Irfan Afandi, S. Pd

A. Latar Belakang
Permasalahan klasik yang masih kerap menghinggapi lembaga-lembaga pendidikan, khususnya lembaga pendidikan Islam di negeri ini, adalah problem pemerataan pendidikan serta pembiayaan pendidikan yang dikatakan belum maksimal dalam realisasinya.[1]
Dalam segala upaya pencapaian tujuan pendidikan, biaya dan pembiayaan pendidikan memiliki peranan yang sangat menentukan. Hampir tidak ada upaya pendidikan yang dapat mengabaikan peranan biaya, sehingga dapat dikatakan bahwa tanpa biaya, proses pendidikan belum bisa berjalan secara maksimal.
Setidaknya sekolah atau madrasah dalam menyelenggarakan pendidikan menganut pada sila ke lima pancasila yang berbunyi” keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia”. Dalam kandungan sila kelima tersebut mengindikasikan bahwa pelaksanaan manajemen pembiayaan di dalam dunia pendidikan, hendaknya dilaksanakan sebaik mungkin agar pendidikan dapat terlaksana dengan baik.[2]
Di dalam UUD 1945 alenia keempat, disebutkan adanya perkataan “mencerdaskan kehidupan bangsa” ini berarti bahwa setiap lapisan masyarakat berkewajiban untuk turut serta melaksanakan pendidikan sebagai upaya mempertahankan kedaulatan republik Indonesia.
Secara aplikatif, penyelenggaraan pendidikan membutuhkan biaya. Hal ini disebabkan pengelolaan pendidikan di sekolah maupun madrasah dalam segala aktivitasnya, memerlukan sarana dan prasarana untuk proses pengajaran, layanan, pelaksanaan program, dan kesejahteraan para guru dan karyawan yang ada. Semua itu memerlukan anggaran dana.
Keterbatasan dana menuntut pengelola lembaga pendidikan untuk kreatif, peka terhadap peluang, membangun relasi, serta mengelola dana yang ada dengan baik.
Makalah ini akan mengupas model manajemen pembiayaan pendidikan yang ideal dalam perspektif Islam. Tidak hanya berbicara konsep, penulis juga memaparkan corak manajemen pembiayaan pendidikan Islam yang telah tercatat dalam ruang sejarah pendidikan Islam.   
   
B. Pengertian Pembiayaan Pendidikan Islam
Biaya menurut Usri dan Hammer adalah sebagai cost as an exchange, a forgoing, a sacrifice made to secure benefit.[3]
Biaya secara sederhana adalah sejumlah nilai uang yang dibelanjakan atau jasa pelayanan yang diserahkan pada siswa.[4]
Biaya adalah keseluruhan pengeluaran baik yang bersifat uang maupun bukan uang.[5]
Dari beberapa pengertian biaya di atas dapat disimpulkan bahwa biaya adalah jumlah uang atau jasa yang disediakan (dialokasikan) dan digunakan atau dibelanjakan untuk melaksanakan berbagai fungsi atau kegiatan guna mencapai suatu tujuan dan sasaran-sasaran yang telah ditentukan.  
Biaya pendidikan merupakan salah satu komponen masukan insrumental (instrumen input) yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan. Dalam setiap upaya pencapaian pendidikan baik tujuan-tujuan yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Hampir tidak ada upaya pendidikan yang mengabaikan peranan biaya, sehinga dapat dikatakan bahwa tanpa biaya, proses pendidikan tidak akan berjalan.[6]
Apabila dikontekskan dalam pendidikan, lembaga pendidikan sebagai lembaga non profit yang bergerak di bidang jasa, maka faktor-faktor yang menjadi pemicu biaya di antaranya jumlah jam mengajar guru, media pengajaran, buku teks yang digunakan, fasilitas pendukung yang sifatnya temporer. Program-program pendidikan yang ditawarkan oleh sekolah yang secara akumulatif dapat meningkatkan dan mengembangkan keterampilan lulusan serta dapat juga dijadikan sebagai pemicu biaya di dalam pendidikan.
Dalam teori dan praktek pembiayaan pendidikan, baik pada tataran makro maupun mikro, dikenal beberapa kategori biaya pendidikan. Pertama, biaya langsung (direct cost) dan biaya tidak langsung (Indirec cost). Biaya langsung adalah segala pengeluaran yang secara langsung menunjang penyelenggaraan pendidikan. Biaya tidak langsung adalah pengeluaran yang tidak secara langsung menunjang proses pendidikan tetapi memungkinkan proses pendidikan tersebut terjadi disekolah, misalnya biaya hidup siswa, biaya transportasi ke sekolah, biaya jajan, biaya kesehatan, dan harga kesempatan (opprotunity cost).
Kedua, biaya pribadi (Private cost) dan biaya sosial (social cost). Adalah pengeluaran keluarga untuk pendidikan atau dikenal juga pengeluaran  rumah tangga (household expenditure). Biaya social adalah biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat untuk pendidikan. Baik melalui sekolah maupun melalui pajak yang dihimpun oleh pemerintah kemudian digunakan untuk membiayai pendidikan. Biaya yang dikeluarkan pendidikan pada dasarnya termasuk biaya sosial. Ketiga, biaya dalam bentuk uang (monetary cost) dan bukan uang (non-Monetary cost).[7] 
Pembiayaan pendidikan pada dasarnya adalah menitikberatkan upaya pendistribusian benefit pendidikan dan beban yang harus ditanggung masyarakat.[8]
Pembiayaan pendidikan secara sederhana dapat diartikan sebagai ongkos yang harus tersedia dan diperlukan dalam menyelenggarakan pendidikan dalam rangka mencapai visi, misi, tujuan, sasaran, dan strategisnya. Pembiayaan pendidikan tersebut diperlukan untuk pengadaan gedung, infrastruktur dan peralatan belajar mengajar, gaji guru, gaji karyawan dan sebagainya.[9]
Jadi dapat diartikan bahwa pembiayaan pendidikan Islam adalah merupakan aktivitas yang berkenaan dengan perolehan dana yang diterima dan bagaimana cara penggunaan dana untuk kemaslahatan sekolah agar tujuan pendidikan yang sudah ditetapkan bisa berjalan dengan efektif dan efisien.
Pendapat penulis di atas diperkuat oleh Mujamil Qomar bahwa pembiayaan pendidikan Islam adalah menggali dana secara kreatif dan maksimal, menggunakan secara jujur dan terbuka, mengembangkan dana secara produktif, dan mempertanggungjawabkan dana secara objektif.[10]
Baharuddin dan Moh. Makin juga memberikan memberikan pernyataan bahwa manajemen pembiayaan pendidikan Islam merupakan bagian dari kegiatan pembiayaan pendidikan, yang secara keseluruhan menuntut kemampuan sekolah/madrasah untuk merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi serta mempertanggungjawabkan secara efektif dan transparan.[11]
Satu hal yang perlu disadari bersama bahwa pembiayaan pendidikan merupakan kunci sukses penyelenggaraan pendidikan yang pada gilirannya akan memiliki dampak terhadap negara atau daerah otonom tertentu. 

C. Konsep Pembiayaan Dalam Islam Menurut Al-Qur’an, Hadist, dan Pendapat Ulama’
Konsep biaya dalam bahasa Inggris biasa menggunakan cost, finansial, dan expenditur.[12]
Biaya merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan. Penentuan biaya akan memengaruhi tingkat efisiensi dan efektifitas kegiatan di dalam suatu organisasi.[13]
Tanpa adanya biaya yang memadai maka sekolah/madrasah akan berkembang secara lambat. Jadi Biaya menjadi hal yang urgen utamanya dalam mengembangkan dan mengimplementasikan progam pendidikan.
Dalam konsep pembiayaan pendidikan ada tiga pernyataan yang terkait di dalamnya. Seperti dikemukakan oleh Akadon dkk yaitu bagaimana uang diperoleh untuk membiayai lembaga pendidikan, dari mana sumbernya, dan untuk apa dibelanjakan serta siapa yang membelanjakan.[14]
Matin mendefinisikan bahwa konsep biaya pendidikan adalah seluruh pengeluaran baik yang berupa uang maupun bukan uang sebagai ungkapan rasa tanggung jawab semua pihak yakni masyarakat, orangtua, dan pemerintah terhadap pembangunan pendidikan agar tujuan serta cita-cita yang sudah ditentukan bisa tercapai secara efektif dan efisien. Selanjutnya biaya pendidikan harus digali dari berbagai sumber, dipelihara, dikonsolidasikan, dan ditata secara administratif sehingga dilaksanakan secara efektif dan efisien. Secara sederhana, biaya pendidikan dapat divisualisasikan melalui gambar sebagai berikut:
 
Gambar. 2.1. Konsep Biaya Pendidikan
Sumber: Matin, 2014. [15]

Agar dapat mengetahui lebih lanjut tentang pembiayaan pendidikan, berikut ini ditampilkan tabel tentang istilah-istilah teknis yang perlu diketahui dalam konsep pembiayaan pendidikan.
NO
Istilah Konsep Pembiayaan
Keterangan
1
Objek Biaya
Objek biaya adalah akumulasi biaya dari berbagai aktifitas. Terdapat empat jenis objek biaya yaitu:
a. produk atau kelompok produk yang saling berhubungan.
b. jasa
c. departemen (teknis dan SDM)
d. proyek, misal proyek penelitian, promosi pemasaran, atau usaha jasa komunitas.
Pendidikan sebagai lembaga yang tidak berorientasi pada laba, maka objek biayanya adalah jasa.
2
Informasi Manajemen Biaya
a. adalah suatu konsep yang mencakup segala informasi yang dibutuhkan dalam mengelola keuangan agar berjalan secara efektif dan efisien.
b. fungsi informasi manajemen biaya adalah untuk menentukan harga, mengubah produk atau jasa dalam rangka meningkatkan profitabilitas, memperbarui fasilitas layanan pada saat yang tepat dan menentukan metode layanan.
c. informasi manajemen biaya sangat diperlukan sebab terkait dengan empat hal. Yakni 1). manajemen strategis, 2). perencanaan dan pengambilan keputusan. 3). Pengendalian manajemen dan operasional. 4). Penyusunan laporan keuangan.
3
Pembiayaan (financing)
Bagaimana mencari dana atau sumber dana dan bagaimana menggunakannya



4
Keuangan (finance)
Seni untuk mendapatkan alat pembayaran. Dalam dunia usaha keuangan meliputi pemeliharaan  kas yang memadai dalam bentuk uang atau kredit disesuaikan dengan kebutuhan organisasi.
5
Anggaran (bugdet)
Alat penjabaran suatu rencana ke dalam bentuk biaya untuk setiap komponen kegiatan.
6
Biaya (cost)
Jumlah uang yang disediakan atau dialokaskan dan digunakan atau dibelanjakan untuk terlaksananya berbagai kegiatan untuk mencapai suatu tujuan dalam rangka proses manajemen.
7
Pemicu biaya (cost driver)
Faktor yang memberi dampak pada perubahan biaya total. Artinya jumlah total biaya sangat dipengaruhi efek terhadap perubahan level biaya total dari objek biaya.
Sebagai contoh dalam aktifitas pendidikan adalah faktor-faktor yang menjadi pemicu biaya diantaranya jumlah jam mengajar guru, media pengajaran, buku teks yang digunakan, dan sifat pendukung yang sifatnya temporer.

Tabel. 2.1. Istilah-istilah Konsep Biaya Pendidikan
Sumber: Mulyono, 2010.[16]

Pembiayaan pendidikan pada dasarnya menitikberatkan pada upaya pendistribusian benefit pendidikan dan beban yang harus ditanggung masyarakat.[17]
Hal yang sangat penting dalam pembiayaan pendidikan adalah berupa besar uang yang harus dibelanjakan, dari mana sumber uang yang diperoleh dan kepada siapa uang harus dibelanjakan. Di sisi lain, pembiayaan pendidikan adalah merupakan jumlah uang yang dihasilkan dan dibelanjakan untuk berbagai keperluan penyelenggaraan pendidikan yang mencakup gaji guru, peningkatan profesionalisme guru, pengadaan sarana ruang belajar, perbaikan ruang, pengadaan peralatan, buku pelajaran, alat tulis kantor, pendukung kegiatan ekstrakurikuler, kegiatan pengelolaan pendidikan, dan supervisi pendidikan.
Selanjutnya untuk mengatasi masalah pembiayaan pendidikan. Agar sekolah atau madrasah tetap eksis dalam mengembangkan pendidikan. Sekolah dalam mengelola pembiayaan pendidikan perlu memperhatikan Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan, pasal 48 menyatakan bahwa pengelolaan dana pendidikan berdasarkan pada prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik.[18]
Dalam pasal 49 ayat 1 dikemukakan bahwa dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan 20% dari anggaran pendapatan dan belanja daerah.[19]
Kemudian upaya untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas, perlu adanya pengelolaan secara menyeluruh dan profesional terhadap sumberdaya yang ada dalam lembaga Pendidikan Islam salah satu sumberdaya yang perlu dikelola dengan baik adalah masalah keuangan.
Dalam konteks ini keuangan atau biaya adalah merupakan sumber dana yang sangat diperlukan sekolah/madrasah sebagai alat untuk melengkapkan  berbagai sarana dan prasarana pembelajaran di sekolah/madrasah, meningkatkan kesejahteraan guru, layanan, dan pelaksanaan program supervisi.[20]
Konsep pembiayaan lembaga pendidikan Islam, secara tersirat sudah ada sejak dahulu kala, Allah Swt berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 197:









Artinya: (Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, Maka tidak boleh rafats, berbuat Fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan Sesungguhnya Sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku Hai orang-orang yang berakal. (Al-Baqarah: 197).[21]
Bertolak dari ayat di atas, Allah Swt tidak serta merta memerintahkan kita melakukan langkah manajemen modern. Allah Swt juga tidak secara implisit mengajarkan kepada manusia tentang definisi manajemen pembiayaan pendidikan. Tetapi dengan ayat di atas, Allah seakan-akan mengatakan bahwa umat manusia harusnya bisa sukses. Untuk lebih menguatkan lagi, rasulullah Saw bersabda: “barang siapa yang berbekal dalam dunia, maka hal itu akan memberikannya manfaat di akhirat kelak”. (H. R. Jarir Ibnu Abdillah).
Secara lebih eksplisit lagi, konsep manajemen pembiayaan pendidikan adalah perkataan Ali bin Abi Thalib bahwa:
“Ingatlah bahwa kamu akan memperoleh ilmu kecuali dengan memenuhi enam syarat ayang akan aku terangkan secara ringkas. (1). Cerdas. (2). Rajin. (3). Sabar. (4). Mempunyai bekal. (5). Petunjuk guru. (6). Waktu yang lama atau panjang”.[22]
Secara jelas, syair di atas mengungkapkan betapa pentingnya arti kata biaya dan manajemennya dalam dunia pendidikan. Biaya sangat menentukan terhadap terlaksananya kegiatan suatu lembaga atau organisasi. Tanpa biaya suatu perencanaan progam sekolah/madrasah yang sudah ditentukan maka kegiatan kegiatan tersebut tidak akan terlaksana dengan baik.
D. Sejarah Pembiayaan Pendidikan dalam Peradaban Islam
Dalam Islam, pembiayaan pendidikan untuk seluruh tingkatan sepenuhnya merupakan tanggung jawab negara. Seluruh pembiayaan pendidikan, baik menyangkut gaji para guru/dosen, maupun menyangkut infrastruktur serta sarana dan prasarana pendidikan, sepenuhnya menjadi kewajiban negara. Ringkasnya, dalam Islam, pendidikan disediakan secara gratis oleh negara.[23]
Sebab negara berkewajiban menjamin tiga kebutuhan pokok masyarakat, yaitu pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Berbeda dengan kebutuhan pokok individu, yaitu sandang, pangan, dan papan, di mana negara memberi jaminan tak langsung. Sementara itu, dalam hal pendidikan, kesehatan, dan keamanan, jaminan negara bersifat langsung. Maksudnya, tiga kebutuhan ini diperoleh secara cuma-cuma sebagai hak rakyat atas negara.[24]
Lebih dari itu, setelah perang Badar, sebagian tawanan yang tidak sanggup menebus pembebasannya, diharuskan mengajari baca tulis kepada sepuluh anak-anak Madinah sebagai ganti tebusannya. Ini menunjukkan perhatian pemimpin Islam pada masalah pendidikan umat Islam.
Ijma’ sahabat juga telah menunjukkan kewajiban negara menjamin pembiayaan pendidikan. Khalifah Umar dan Utsman memberikan gaji kepada para guru, muadzin, dan imam sholatjama’ah. Khalifah Umar memberikan gaji tersebut dari pendapatan negara (Baitul Mal) yang berasal dari jizyah, kharaj (pajak tanah), dan usyur (pungutan atas harta non muslim yang melintasi tapal batas negara).[25]
Di dunia Islam, khususnya pada zaman klasik (abad ke-7 hingga 13 M), kesadaran untuk mengeluarkan biaya yang besar untuk kegiatan pendidikan sesungguhnya sudah pula terjadi. Namun berbeda motif dan tujuannya dengan motif dan tujuan yang dilakukan negara-negara maju sebagaimana tersebut di atas.
Di zaman klasik atau kejayaan Islam, motif dan tujuan pengeluaran biaya pendidikan yang besar bukan untuk mencari keuntungan yang bersifat material atau komersial, melainkan semata-mata untuk memajukan umat manusia, dengan cara memajukan ilmu pengetahuan, kebudayaan dan peradabannya.[26]
Salah satu contoh kecil perhatian pemerintah Islam dalam pendidikan adalah ketika khalifah Harun al-Rasyid membuat keputusan: “barang siapa di antara kalian yang secara rutin mengumandangkan adzan di wilayah kalian, maka catatlah pemberian hadiah sebesar 1000 dinar. Siapapun yang menghafal al-qur’an, tekun menuntut ilmu, dan rajin meramaikan majelis-majelis ilmu dan tempat pendidikan adalah berhak memperoleh 1000 dinar. Siapa saja yang menghafal al-Qur’an, meriwayatkan hadist, mendalami ilmu syariat Islam adalah berhak atas pemberian 1000 dinar”.[27]
Sejarah Islam pun telah mencatat kebijakan para khalifah yang menyediakan pendidikan gratis bagi rakyatnya. Sejak abad IV H para khalifah membangun berbagai perguruan tinggi dan berusaha melengkapinya dengan berbagai sarana dan prasarananya seperti perpustakaan.
Setiap perguruan tinggi itu dilengkapi dengan “Diwan” (auditorium), asrama mahasiswa, juga perumahan dosen dan ulama. Selain itu, perguruan tinggi tersebut juga dilengkapi taman rekreasi, kamar mandi, dapur, dan ruang makan.[28]
Di antara perguruan tinggi terpenting adalah Madrasah Nizhamiyah dan Madrasah Al-Mustanshiriyah di Baghdad, Madrasah Al-Nuriyah di Damaskus, serta Madrasah An-Nashiriyah di Kairo. Madrasah Mustanshiriyah didirikan oleh Khalifah Al-Mustanshir pada abad VI H dengan fasilitas yang lengkap. Selain memiliki auditorium dan perpustakaan, lembaga ini juga dilengkapi pemandian dan rumah sakit yang dokternya selalu siap di tempat.[29]

E. Sejarah Pembiayaan Pendidikan Islam Nusantara pada Masa Kerajaan Islam
1. Manajemen Pembiayaan Pendidikan Islam pada Masa Pra-Kemerdekaan.
Pendidikan Islam telah mulai berlangsung di Indonesia sejak masuknya para pedagang muslim ke negeri ini pada abad VII M. Mula-mula pendidikan agama hanya berlangsung antara individu dengan individu lainnya. Materi yang diajarkan pun hanya berkisar pada prasyarat seseorang menjadi muslim. Proses pendidikan Islam kemudian berkembang ke arah kolektif ketika sudah memberi pengaruh yang signifikan di masyarakat Indonesia.
Pengaruh pendidikan agama yang dilaksanakan oleh para dai muslim menemukan hasilnya ketika pada abad X berdiri kerajaan Islam pertama di Aceh yang bernama Pase atau kerajaan samudra (kerajaan ini juga dikenal dengan samudera pasai). Di kerajaan ini dilangsungkan pendidikan agama dengan menggunakan bahasa Arab sebagai pengantarnya.
Hal ini sesuai dengan laporan Ibnu Batutah dalam bukunya Rihlah Ibnu Batutah bahwa ketika ia berkunjung ke samudra pasai pada tahun 1354 ia mengikuti raja mengadakan halaqah setelah shalat jumat sampai waktu asar. Dari keterangan itu diduga kerajaan samudra pasai ketika itu sudah merupakan pusat agama Islam dan tempat berkumpul ulama dari berbegai negara Islam untuk berdiskusi tentang masalah-masalah keagamaan dan keduniawian sekaligus.
Zuhairi dkk. melihat bahwa pendidikan agama semi formal pertama yang berlangsung di Indonesia adalah majlis ilmu yang berlansung di kerajaan samudera pasai. Sistem pendidikan agama yang berlasung di kerajaan ini adalah sebagai berikut:
a. Materi pendidikan dan pengajaran agama bidang syariat ialah fiqh Madzhab Syafi’i.
b. Sistem pendidikannya secara nonformal berupa majlis taklim dan halaqah.
c. Tokoh pemerintahan merangkap sebagai tokoh ulama.
d. Biaya pendidikan agama bersumber dari negara.[30]
Jadi, pada masa kerajaan Islam Pasai ini, pendidikan agama dilangsungkan oleh kerajaan dan dibiayai oleh kerajaan itu sendiri. Bahkan, setelah berdirinya Kerajaan Perlak pendidikan agama berkembang sangat baik. Sultan Mahdum Alaudin Muhammad Amin, Raja keenam Perlak, mendirikan perguruan tinggi Islam yang diperuntukkan bagi siswa yang telah alim. Dengan dukungan pendanaan dari kerajaan, perguruan ini dapat mengajarkan dan membacakan kitab-kitab agama yang berbobot pengetahuan tinggi seperti Kitab al-Umm karangan Imam Syafi’i dan sebagainya.[31]
Berawal dari Aceh, Pendidikan Islam terus berkembang ke penjuru nusantara. Di Jawa, misi ini diusung oleh Sunan Giri menitikberatkan kegiatannya pada bidang pendidikan. Dalam hal kurikulumnya ia mengadakan kontak dengan kerajaan Pase yang bermadzhab Syafi’i.
Pendidikan Islam selanjutnya berkembang dari majlis taklim di kerajaan terus berkembang ke surau-surau dan masjid. Di Sumatera Barat surau-surau berkembang menjadi tempat pengajian untuk pemuda-pemuda muslim. Salah satunya surau besar yang mirip konsep pesantren muncul di Batuhampar Payakumbuh yang didirikan oleh Syaikh Abdurrahman pada tahun 1777.[32]
Kompleks ini kemudian dikenal sebagai “Kampung Dagang”. Kampung Dagang dibangun dengan sarana dan fasilitas penunjang yang cukup lengkap. Di dalam kawasan yang luasnya sekitar 3 hektare ini ada sebuah pasar kecil, di mana terdapat beberapa kedai tempat menjual berbagai kebutuhan murid sehari-hari. Jumlah orang siak (santri) yang belajar di Kampung Dagang ini berkisar antara 1000 sampai 2000 orang.
Untuk mengikuti pelajaran di surau santri tidak dikenakan pungutan atau pembayaran apapun, tidak dikenakan uang sekolah, uang asrama atau uang makan. Jarang sekali santri memberikan uang kepada syaikh. Kalaupun ada, di samping oleh keluarga yang bersangkutan, diberikan atas dasar kerelaan dan keikhlasan.[33]
Biaya hidup dari santri berasal dari orang kampung yang berdekatan dengan surau, biasanya dijemput sendiri atau diantarkan oleh orang tua mereka. dalam menunjang pemenuhan kebutuhan hidup santri, masyarakat kota yang berdekatan, seperti payakumbuh, juga tidak kurang pula partisipasinya. Setiap hari minggu mereka mengantarkan beras, sayur dan kebutuhan pokok lainnya ke surau dengan pedati. Sedangkan santri yang datang dari negeri yang jauh, biasanya tiap hari kamis menyebar ke negeri-negeri sekitar Batuhampar dengan membawa buntil (tempat beras seperti kantong terigu) dan sore harinya kembali dengan membawa buntilan beras dan uang untuk biaya seminggu.
2. Manajemen Pembiayaan Pendidikan Islam pada Masa Pasca-Kemerdekaan.
Sebagaimana telah disinggung di atas bahwa sebagai lembaga pendidikan tertua di Jawa pesantren telah berupaya memperbaharui sistem pendidikannya. Pada masa ini telah muncul pesantren-pesantren yang berupaya mengadaptasi perubahan sistem pendidikan konvensional. Sedikitnya terdapat dua cara yang dilakukan pesantren dalam merespon perubahan ini : Pertama, merevisi kurikulumnya dengan memasukkan sebagian mata pelajaran dan keterampilan umum. Kedua, membuka kelembagan dan fasilitas pendidikannya bagi kepentingan pendidikan umum.[34]
Dengan kedua cara tersebut maka persentuhan antara sistem pesantren dengan sistem madrasah sudah sangat terasa. Untuk itu, setidak-tidaknya pada masa ini muncul empat tipe pondok pesantren di Nusantara:
a. Ponpes tipe A adalah pondok yang seluruhnya dilaksanakan secara tradisional;
b. Ponpes tipe B adalah pondok yang menyelenggarakan pengajaran secara klasikal (madrasi);
c. Ponpes tipe C adalah pondok yang hanya merupakan asrama, sedangkan santrinya belajar di luar;
d. Ponpes tipe D adalah pondok yang menyelenggarakan sistem ponpes sekaligus sistem sekolah dan madrasah.
Namun dari segi manajemen pembiayaan belum muncul konsep yang baru dari beberapa tipe pesantren yang muncul. Meski kemandirian telah menjadi pola hidup pesantren, tetapi pada umumnya pembiyaan pesantren masih bergantung pada usaha yang dilakukan oleh kyai dan sumbangan pihak luar. Rata-rata pesantren tidak memiliki usaha yang dapat menjamin keberlangsungan pesantren.[35]
Hal ini tentu bukan realitas yang menggembirakan, mengingat usaha yang dilakukan kyai secara individu tidak berjalan selamanya. Di samping itu, pada dasarnya setiap lembaga pendidikan membutuhkan penopang dana abadi demi memenuhi kebutuhan-kebutuhan pesantren di masa yang akan datang.
Hingga muncul harapan baru dari beberapa pengasuh pesantren yang mencoba menggagas alternatif sumber pendanaan lembaga pendidikannya. Di antaranya adalah dilakukan oleh Pesantren Pertanian Darul Falah Bogor, Pesantren Al Zaitun, Pesantren Gontor dan lain-lain.
Sebagai gambaran, akan diuraikan salah satu gagasan dari konsep pembiayaan berbasis wakaf yang ditawarkan oleh pesantren Gontor. Meniru apa yang dilakukan oleh pengelola al-Azhar di Mesir dan Aligarh di India yang terjamin kelangsungan lembaganya karena kekayaan wakaf yang di miliki, maka di pesantren ini juga berupaya mengelola perekonomiannya dengan basis wakaf. Untuk itu, pesantren ini memulai pewakafan pondok pada tanggal 28 Rabiul Awwal 1378/12 Oktober 1958. Pewakafan dilakukan oleh pendiri pesantren Gontor kepada Ikatan Keluarga Pondok Modern Darussalam Gontor yang diwakili oleh 15 orang yang dipercaya sebagai nadhir. Para nadhir yang berjumlah 15 orang tersebut kemudian dilembagakan menjadi Badan Wakaf Pondok Modern Darussalam Gontor.[36]
Badan Wakaf Gontor kemudian menjadi badan tertinggi yang membawahi beberapa lembaga di pesantren tersebut. Demi menjaga dan mengembangkan harta wakaf yang dimiliki maka Badan Wakaf Gontor membentuk Yayasan Pemeliharaan dan Perluasan Wakaf Pondok Modern (YPPWPM) yang merupakan salah satu lembaga yang mempunyai tanggung jawab besar dalam mengatur jalur perekonomian, khususnya berkaitan dengan pengelolaan dan pengembangan wakaf, sehingga dapat menjadi sumber dana yang halal serta dapat menjamin kemandirian Pondok. Lembaga ini berada di bawah kendali langsung badan tertinggi pondok, yaitu Badan Wakaf Pesantren Gontor.

F. Problem Pembiayaan Pendidikan Islam dan Solusinya.    
Pada umumnya, masalah yang dihadapi madrasah, dalam hal ini sekolah yang berbasiskan agama, adalah persoalan pembiayaan pendidikan. Apabila dilihat dari aspek penyebabnya, hasil penelitian Puslitbang Pendidikan Agama Dan Keagamaan tahun 2006 tentang pembiayaan pendidikan di madrasah menyebutkan bahwa kesulitan yang dihadapi madrasah dalam pengelolaan pembiayaan pendidikan ternyata berawal dari persoalan penggalian dana itu sendiri.
Kendala utamanya adalah karena terbatasnya sumber dana yang dapat digali. Selama ini sumber dana utama operasional madarasah, rata-rata diperoleh dari iuran SPP siswa. Sumber dana ini merupakan sumber dana tetap, meskipun secara nominal sebenarnya jumlah dana yang dapat dikumpulkan tidak seberapa, mengingat kebanyakan madrasah berada di pinggiran kota/pedesaan dan melayani pendidikan bagi siswa yang berasal dari keluarga tingkat ekonomi kurang mampu; seperti petani, buruh, dan pegawai rendah lainnya.[37]
Pendeknya, madrasah memperoleh pemasukan dari komponen SPP dalam jumlah yang tidak besar karena madrasah sendiri harus menetapkan besaran biaya SPP yang sesuai dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat di mana ia berada. Namun hal ini sudah mengalami perubahan seiring dengan kebijakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang diberikan kepada seluruh Sekolah Dasar dan Menengah. Namun hal ini tetap saja tidak bisa menutup pembiayaan pendidikan yang diperlukan.
Sumber dana lainnya adalah bantuan yang diberikan masyarakat berupa zakat, infak, dan shadaqah (ZIS). Sumber dana ini terbilang tidak tetap. Selain itu, jumlah dan keberadaannya tidak dapat dipastikan. Ini dapat dimengerti, mengingat masalah pengelolaan zakat dan peruntukannya sendiri. Bantuan lain yang bersifat insidental adalah bantuan yang diberikan oleh pemerintah dan pemerintah daerah. Sebagaimana halnya dengan ZIS, bantuan pemerintah dan pemerintah daerah. seperti Dana Alokasi Khusus, Dana Imbal Swadaya, BOMM, BOP, BKG, dan BKS, selain lebih bersifat insidental dan tidak menyeluruh, juga tidak seluruh madrasah memperolehnya.[38]
Dalam hal ini, faktor kedekatan unsur penyelenggara madrasah dengan pihak pemerintah daerah sangat berpengaruh terhadap kelancaran bantuan tersebut. Adapun madrasah yang tidak memiliki akses kepada pihak-pihak tertentu sangat sulit mendapatkannya.
Di sisi lain, persoalan SDM yang bisa dikatakan belum memadai, selain keterbatasan pengetahuan mengenai sirkulasi dan pengaturan mengenai anggaran dalam pembiayaan, merupakan suatu kekurangan yang menyebabkan tidak adanya analisis yang panjang mengenai, bagaimana, mengapa, dan seperti apa pembiayaan itu dilakukan.
Masalah lain yang biasanya muncul ialah daya dukung masyarakat sekitar yang rendah. Padahal, hal ini sangat penting mengingat masyarakat sebagai partisipan dan pendorong ke arah suksesi program lembaga pendidikan. Keberadaannya sangat penting guna menunjang pembiayaan pendidikan. Kenapa hal ini terjadi? Karena masyarakat tidak dilibatkan langsung dalam proses penganggaran, sehingga tingkat perhatian mereka terhadap lembaga berhenti pada wilayah memasrahkan anak didiknya saja.[39]
Selanjutnya untuk solusi Perbaikan Pengelolaan Pembiayaan Pendidikan Islam adalah  menelaah problem yang cukup dilematis di atas, maka diperlukan langkah-langkah satrategis dalam pemecahannya. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.
Pertama, persolan pembiayaan adalah hal yang sangat sensitif keberadaannya. Hal ini karena bisa membawa kemajuan lembaga jika dikelola dengan baik, sebaliknya akan membawa lembaga menjadi terpuruk, apabila komponen/pihak di lembaga tidak mengelola secara professional, tidak berprinsip pada keterbukaan, tidak berorientasi pada perbaikan, kepentingan yang sifatnya personal untuk membangun lembaga sehingga mencari peluang hanya untuk personal dirinya.
Oleh karena itu, seluruh komponen yang ada dalam lembaga pendidikan, kaitannya dengan proses penyusunan pembiayaan pendidikan, harus dilibatkan. Hal ini dilakukan sebagai wujud asas keterbukaan, kebersamaan, serta bertanggung jawab atas amanah kelembagaan yang harus dipikul bersama. Baik dan buruknya lembaga menjadi akuntabilitas bersama.
Kedua, terkait dengan penempatan alokasi dana, pihak di dalamnya diupayakan mampu menyusun dan mengelola dengan baik, berapa anggaran yang ada, bagaimana anggaran itu dibelanjakan atau dialokasikan, serta bagaimana sistem pelaporannya. Apabila komponen di dalamnya ada yang kurang mengerti, perlu dilakukan Diklat tentang bagaimana menyusun anggaran yang baik. Bisa dengan pelatihan penyusunan anggaran atau hal lain yang sejenis.
Ketiga, kepala sekolah sebagai motor penggerak, diharapkan mempunyai keterampilan entrepreneurship (keterampilan kewirausahaan) dan kemampuan manajerial serta kesupervisian.
Keempat, madrasah hendaknya melibatkan masyarakat dalam pengangaran pembiayaan pendidikan, melalui rapat rutin ataupun bisa diselipkan pada rapat musyawarah kenaikan sekolah/kelulusan. Hal demikan dilakukan sebagai wujud asas keterbukaan.
Kelima, lembaga pendidikan Islam, dalam hal ini madrasah, sebagai lembaga yang berbasiskan agama yang di dalamnya terdapat nilai-nilai luhur, diharapkan memegang teguh prinsip keadilan, prinsip amanah, kejujuran, musyawarah, keterbukaan, kedisiplinan, dan sebagainya. Prinsip-prinsip tersebut harus dipegang teguh oleh seluruh elemen lembaga.
Dengan demikan, diharapkan ada solusi manajemen pembiayaan pendidikan Islam, sehingga akan terbentuk suatu lembaga pendidikan Islam yang baik, khususnya dalam persoalan pembiayaan pendidikannya.

G. Kesimpulan
pembiayaan pendidikan Islam adalah merupakan aktivitas yang berkenaan dengan perolehan dana yang diterima dan bagaimana cara penggunaan dana untuk kemaslahatan sekolah agar tujuan pendidikan yang sudah ditetapkan bisa berjalan dengan efektif dan efisien.
Matin mendefinisikan bahwa konsep biaya pendidikan adalah seluruh pengeluaran baik yang berupa uang maupun bukan uang sebagai ungkapan rasa tanggung jawab semua pihak yakni masyarakat, orangtua, dan pemerintah terhadap pembangunan pendidikan agar tujuan serta cita-cita yang sudah ditentukan bisa tercapai secara efektif dan efisien. Selanjutnya biaya pendidikan harus digali dari berbagai sumber, dipelihara, dikonsolidasikan, dan ditata secara administratif sehingga dilaksanakan secara efektif dan efisien.
Secara lebih eksplisit lagi, konsep manajemen pembiayaan pendidikan adalah perkataan Ali bin Abi Thalib bahwa:
“Ingatlah bahwa kamu akan memperoleh ilmu kecuali dengan memenuhi enam syarat ayang akan aku terangkan secara ringkas. (1). Cerdas. (2). Rajin. (3). Sabar. (4). Mempunyai bekal. (5). Petunjuk guru. (6). Waktu yang lama atau panjang”.
Dalam Islam, sejarah pembiayaan pendidikan untuk seluruh tingkatan sepenuhnya merupakan tanggung jawab negara. Seluruh pembiayaan pendidikan, baik menyangkut gaji para guru/dosen, maupun menyangkut infrastruktur serta sarana dan prasarana pendidikan, sepenuhnya menjadi kewajiban negara. Ringkasnya, dalam Islam, pendidikan disediakan secara gratis oleh negara.
Selanjutnya sejarah pembiayaan pendidikan islam nusantara dapat kita lihat pada masa kerajaan Islam Pasai, pendidikan agama dilangsungkan oleh kerajaan dan dibiayai oleh kerajaan itu sendiri.
Problem biaya pendidikan Islam kendala utamanya adalah karena terbatasnya sumber dana yang dapat digali. Selama ini sumber dana utama operasional madarasah, rata-rata diperoleh dari iuran SPP siswa.
menelaah problem yang cukup dilematis di atas, maka diperlukan langkah-langkah satrategis dalam pemecahannya.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Al-Maliki. 1963. As-Siyasah Al-Iqtishadiyah Al-Mutsla, Hizbut Tahrir .
Akadon, Dedy Achmad Kurniady dan Deni Darmawan. 2015. Manajemen Pembiayaan Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Baharuddin dan Moh. Makin.2010. Manajemen Pendidikan Islam, Malang: UIN MALIKI PRESS.
Hasbullah. 2006. Otonomi Pendidikan: Kebijakan Otonomi Daerah dan Implikasinya Terhadap Penyelenggaraan Pendidikan. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
H Jhones, Thomas. 1985. Introduction to School Finance Technique An Social Policy. New York: Macmillan Publishing Company.
Ibrahim Muhammad, Quthb. 2002. Kebijakan Ekonomi Umar bin Khaththab (As-Siayasah Al-Maliyah Li ‘Umar bin Khaththab), Penerjemah Ahmad Syarifuddin Shaleh. Jakarta: Pustaka Azzam.
Matin. 2014. Manajemen Pembiayaan Pendidikan Konsep dan Aplikasnya. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Mulyono. 2010 Konsep Pembiayaan Pendidikan. Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA.
Nata, Abuddin. 2010. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.
Qomar, Mujamil. 2007.  Manajemen Pendidikan Islam. Malang: Erlangga.
Sulistyorini. 2006. Manajemen Pendidikan Islam. Surabaya: elKAF.
Supriyadi, Dedi. 2006. Satuan Biaya Pendidikan Dasar dan Menengah. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
Tampubolon, Manahan. 2015. Perencanaan dan Keuangan pendidikan. Jakarta: Mitra Wacana Media.
Al-Jawi, Shiddiq. 2007. Pembiayaan Pendidikan Dalam Islam. Jurnal House of Khilafah.
Munir, Ahmad. Manajemen Pembiayaan dalam Perspektif Islam. Jurnal At-Ta’dib Vol.8 No 2, 2013
Nunu, Ahmad. Pembiayaan Pendidikan di Madrasah dan Peranan Pemerintah Daerah di Era Otonomi, Jurnal Penelitian Pendidikan Agama Dan Keagamaan, Bandung, Volume 5 Nomer 2 April-Juni 2007.












[1] Ahmad Munir, Manajemen Pembiayaan dalam Perspektif Islam (Jurnal At-Ta’dib Vol.8 No 2, 2013), 223.
[2] Baharuddin dan Moh. Makin, Manajemen Pendidikan Islam, (Malang: UIN MALIKI PRESS, 2010), 125.
[3] Akadon, Dedy Achmad Kurniady dan Deni Darmawan, Manajemen Pembiayaan Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2015), 5.
[4] Mulyono, Konsep Pembiayaan Pendidikan, (Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA, 2010), 77.
[5] Matin, Manajemen Pembiayaan Pendidikan Konsep dan Aplikasnya, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2014), 7.
[6] Dedi Supriyadi, Satuan Biaya Pendidikan Dasar dan Menengah, (Bandung: P. Remaja Rosda Karya, 2006), 4.
[7] Dedi Supriyadi, Satuan Biaya Pendidikan Dasar dan Menengah, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2006), 4.
[8] Mulyono, Konsep Pembiayaan Pendidikan, (Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA, 2010), 77.
[9] Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2010), 219.
[10] Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam, (Malang: Erlangga, 2007), 170.
[11] Baharuddin dan Moh. Makin, Manajemen Pendidikan Islam, (Malang: UIN MALIKI PRESS, 2010), 87.
[12] Akadon, Dedy Achmad Kurniady dan Deni Darmawan, Manajemen Pembiayaan Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2015), 5.
[13] Mulyono, Konsep Pembiayaan Pendidikan, (Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA, 2010), 81.
[14] Akadon, Dedy Achmad Kurniady dan Deni Darmawan, Manajemen Pembiayaan Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2015), 23.  
[15] Matin, Manajemen Pembiayaan Pendidikan Konsep dan Aplikasnya, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2014), 8.
[16] Mulyono, Konsep Pembiayaan Pendidikan, (Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA, 2010),  79-81.
[17] Thomas H Jhones, Introduction to School Finance Technique An Social Policy, (New York: Macmillan Publishing Company, 1985), 12.
[18] Manahan Tampubolon, Perencanaan dan Keuangan pendidikan, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2015),189.
[19] Hasbullah, Otonomi Pendidikan: Kebijakan Otonomi Daerah dan Implikasinya Terhadap Penyelenggaraan Pendidikan, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006), 26.
[20] Sulistyorini, Manajemen Pendidikan Islam, (Surabaya: elKAF, 2006), 98.
[21] Al-Qur’anul Karim
[22] Baharuddin dan Moh. Makin, Manajemen Pendidikan Islam, (Malang: UIN MALIKI PRESS, 2010), 118.

[23] Shiddiq Al-Jawi, Pembiayaan Pendidikan Dalam Islam, (Jurnal House of Khilafah, 2007), 1.
[24] Al-Maliki Abdurrahman, As-Siyasah Al-Iqtishadiyah Al-Mutsla, (Hizbut Tahrir : t.t. 1963).
[25] Quthb Ibrahim Muhammad, Kebijakan Ekonomi Umar bin Khaththab (As-Siayasah Al-Maliyah Li ‘Umar bin Khaththab), Penerjemah Ahmad Syarifuddin Shaleh, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2002).
[26] Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2010), 219.
[27] Baharuddin dan Moh. Makin, Manajemen Pendidikan Islam, (Malang: UIN MALIKI PRESS, 2010), 137.
[28] Shiddiq Al-Jawi, Pembiayaan Pendidikan Dalam Islam, (Jurnal House of Khilafah, 2007), 1.
[29] Ahmad Munir, Manajemen Pembiayaan dalam Perspektif Islam (Jurnal At-Ta’dib Vol.8 No 2, 2013), 232.

[37] Ahmad Munir, Manajemen Pembiayaan dalam Perspektif Islam (Jurnal At-Ta’dib Vol.8 No 2, 2013), 234.

[38] Ahmad Nunu, Pembiayaan Pendidikan di Madrasah dan Peranan Pemerintah Daerah di Era Otonomi, (Jurnal Penelitian Pendidikan Agama Dan Keagamaan, Bandung, Volume 5 Nomer 2 April-Juni 2007).
[39] Ahmad Munir, Manajemen Pembiayaan dalam Perspektif Islam (Jurnal At-Ta’dib Vol.8 No 2, 2013), 235.

Komentar

  1. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    BalasHapus
  2. BERITA BAIK!!!

    Nama saya Dian Pelangi dari Jakarta di Indonesia, saya seorang pereka fesyen dan saya ingin menggunakan medium ini untuk memberitahu semua orang supaya berhati-hati mendapatkan pinjaman di internet, begitu banyak pemberi pinjaman di sini adalah penipuan dan mereka berada di sini. menipu anda dengan wang susah payah anda, saya memohon pinjaman kira-kira Rp900,000,000 wanita di Malaysia dan saya kehilangan kira-kira 29 juta tanpa mengambil pinjaman, saya membayar hampir 29 juta lagi saya tidak mendapat pinjaman dan perniagaan saya Mengenai terhempas kerana hutang.

    Memandangkan pencarian saya untuk syarikat pinjaman peribadi yang boleh dipercayai, saya melihat iklan dalam talian lain dan nama syarikat adalah SYARIKAT PINJAMAN DUNIA. Saya kehilangan 15 juta dengan mereka dan hingga hari ini, saya tidak pernah menerima pinjaman yang saya cadangkan.

    Tuhan menjadi kemuliaan, kawan-kawan saya yang memohon pinjaman juga menerima pinjaman sedemikian, memperkenalkan saya kepada sebuah syarikat yang boleh dipercayai di mana Puan Christabel bekerja sebagai pengurus cawangan, dan saya memohon pinjaman sebesar Rp900,000,000 dan mereka meminta kepercayaan saya, Dan setelah mereka selesai mengesahkan butiran saya, pinjaman itu telah diluluskan untuk saya dan saya fikir ia adalah jenaka, dan mungkin ini adalah salah satu tindakan menipu yang membuat saya kehilangan wang, tetapi saya terkejut. Apabila saya mendapat pinjaman saya kurang dari 6 jam dengan kadar faedah yang rendah 1% tanpa cagaran.

    Saya sangat gembira bahawa Tuhan menggunakan kawan saya yang menghubungi mereka dan memperkenalkan saya kepada mereka dan kerana saya diselamatkan daripada membuat perniagaan saya melompat di udara dan dibubarkan dan kini perniagaan saya terbang tinggi di Indonesia dan tiada siapa yang akan mengatakannya Dia tidak tahu mengenai syarikat fesyen.

    Jadi saya nasihat semua orang yang tinggal di Indonesia dan negara-negara lain yang memerlukan pinjaman untuk satu tujuan atau lain untuk sila hubungi
    ibu christabel melalui e-mel: (christabelloancompany@gmail.com)

    Anda juga boleh menghubungi saya di e-mel saya: (lianmeylady@gmail.com) dan Sety memperkenalkan dan bercakap tentang christabel, dia juga mendapat pinjaman baru dari christabel, anda juga boleh menghubunginya melalui e-melnya: permatabudiwati@gmail.com Sekarang, semua Saya akan cuba untuk memenuhi pembayaran pinjaman yang saya hantar terus ke akaun mereka setiap bulan.

    Satu perkataan kepada orang bijak sudah cukup


    Terima kasih sekali lagi kerana membaca kesaksian saya, dan semoga Tuhan terus memberkati kita dan memberi kita kehidupan yang panjang dan makmur dan semoga Tuhan melakukan pekerjaan yang baik dalam hidup anda.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perencanaan Kurikulum